Selasa, 11 November 2014

Review Novel Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara



Oleh : Sandy AP

Bismillah   
       
Sudah lama sekali sejak membaca novel pertama dari trilogi Negeri 5 Menara ini, dengan judul yang sama Negeri 5 Menara. Ketiga trilogi tersebut ditulis oleh seorang alumnus pesantren dan pemborong banyak beasiswa internasional, Ahmad Fuadi. Semua pasti sudah mafhum tentang bagaimana kisah Alif menjalani perantauannya di Jawa, demi memenuhi perintah Amaknya yang ingin Alif bersekolah di sekolah agama bukan di sekolah negeri. Namun ternyata, meski beberapa kali Alif mengalami kebimbangan, toh ia bertemu teman-teman hebat disana, yakni Sahibul Menara, yang terdiri dari Atang, Baso, Raja, Dulmajid dan Said. Menceritakan bagaimana serunya menuntut ilmu dipesantren modern sampai bagaimana mereka merajut mimpi-mimpi besar di bawah menara. Yang paling mengena buat saya adalah mantra saktinya “Man Jadda Wajada”.
                Sedikit ulasan dari Negeri 5 Menara, sekarang berlanjut ke novel keduanya yakni Ranah 3 Warna. Cukup lambat saya tau kalo ternyata Negeri 5 Menara adalah trilogi. Tapi tak apa, pasti tiada kata terlambat untuk berilmu, bukan begitu ..? J . Novel dengan tebal 473 lembar ini, dicetak oleh PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2011 untuk cetak pertamanya. Di buku keduanya Bang Fuadi, begitu beliau sering disapa, menceritakan kehidupan Alif sesudah lulus dari pesantren Madani di Gontor. Mengisahkan bagaimana perjuangan untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri demi meneruskan cita-cita kuliah ditempat yang sama dengan bapak Habibi yakni ITB dengan prodi teknik pesawat terbang.
                Namun Allah memberi jalan lain. Setelah sukses mendapat ijazah SMA dan lolos SNMPTN, Alif diterima di Universitas Padjajaran Bandung. Dengan pertimbangan kemampuan yang dimiliki, dipilihlah jurusan HI atau Hubungan Internasional disana. Kemudian kisah berlanjut tentang kehidupan kampus Alif. Namun tak berselang lama, ayahanda Alif, dipanggil oleh Allah kembali ke sisi-Nya. Alif muda lalu menjadi penulis di majalah kampus dan koran-koran untuk menghidupi diri, setelah sebelumnya bekerja sebagai sales dan guru privat.
                Pertemuan dengan seorang mahasiswa di bus umum membawanya untuk mengikuti program pertukaran pelajar. Alif tak pernah lupa tentang mimpi-mimpinya dan para Sahibul Menara, yaitu pergi ke benua Amerika. Setelah proses seleksi ketat, akhirnya dia bisa mengikuti program pertukaran tersebut ke Kanada, Quebec tepatnya. Kemudia bergulirlah kisah Alif di Quebec selama 6 bulan. Suka dukanya hidup disana dan bagaimana ia harus bisa Bahasa Perancis. Belakangan saya baru tau bahwa cover yang dipakai pada novel sedikit banyak terinspirasi dari Quebec.
                Banyak yang bisa dipetik dari kisah Alif di Ranah 3 Warna-nya, yaitu gantungkan mimpi setinggi mungkin, dan lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan. Dan juga tidak selamanya yang kita rasa “ini aku banget”, itu memang sesuai dengan kita, percayalah Allah telah memberi takdir dan jalan terbaik buat kita, meski mungkin tidak sesuai dengan keinginan. Yang pasti banyak jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita, asalkan kita mau berusaha.
                Di novel kedua, muncul tokoh yang merupakan kawan sekaligus rival Alif, Randai. Ada pula Raisa, sosok yang memikat kedua hati rival tersebut. Namun siapa yang akhirnya menang?, tak seru rasanya kalo langsung saya beberkan disini, yang belum baca, ayo segera baca!!! Supaya kita tertular semangat luar biasa Alif mewujudkan mimpi. Yang juga tak ketinggalan yakni si mantra sakti, bunyinya Man Shabara Zhafira , siapa yang bersabar, akan beruntung. Juga going the extra mile , lakukan diatas rata-rata.
Rantau 1 Muara
                Inilah dia novel ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara. Novel dengan cover hijau tosca cantik ini diterbitkan masih oleh penerbit yang sama, PT Gramedia Pustaka Utama, dengan tebal buku 405 halaman. Dibuku ketiganya banyak diceritakan kehidupan Alif selepas lulus dari Unpad. Bingung akan melamar pekerjaan sebagai apa, Alif memutuskan menjadi seorang wartawan setelah ia merasa cocok dengan pekerjaan tulis menulis. Derap, merupakan nama surat kabar yang menjadi tempat bernaungnya. Ditempat inilah Alif bertemu dengan Dinara. Siapa Dinara?
                Dinara inilah yang nantinya akan menjadi orang special, sekaligus kawan menjalani hidup bagi Alif. Sebelumnya pertemuan dengan Randai telah mengobarkan lagi semangatnya untuk kembali memperjuangkan cita-citanya, belajar sampai ke luar negeri. Akhirnya perburuan beasiswa pun dimulai. Setelah berbagai perjuangan dan kesabaran juga turun tangan Dinara, beasiswa S2 ke Amerika pun tergenggam sudah. Kemudian konflik muncul ketiga Alif harus pergi S2 ke Amerika sedang ia mulai menyukai Dinara. Dan ditengah kesibukan Alif kuliah S2 ia pun melamar Dinara.
                Konflik mereda setelah salah satu pihak mengalah, yakni Dinara. Setelah mereka menikah, diboyonglah Dinara mengikuti Alif merantau ke Amerika, kehidupan mereka terasa berat diawal, namun pada akhirnya setelah masa berat berlalu, mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik. Dengan berbagai kesenangan dan passion dalam hal yang sama, mereka bekerja akhirnya memperoleh tempat bekerja yang sama dan bekerja bersama. Sampai pada kisah WTC 11 September, mereka laporkan langsung dari tempat kejadian.
                Kisah yang menarik bukan? Namun padaa akhirnya, setelah melanglang buana bersama istrinya, ia pun bimbang, kemana rantau ini akan bermuara? Di bagian akhir novel ini akan terjawab pertanyaan besar tersebut. Satu muara yang memang menjadi satu tempat pulang untuk selamanya. Kisah ketiganya menghadirkan tokoh-tokoh baru, seperti Mas Garuda, Ustad Fariz, dan beberapa tokoh lain. Lalu apa mantra sakti dari Alif? Man Saara Ala Darbi Washala , Siapa yang berjalan dijalannya akan sampai pada tujuan. Kini lengkap sudah ketiga mantra sakti Alif dalam mewujudkan mimpi. Berusaha keras, lalu berserah kepada Allah SWT, dan percaya bahwa Ia akan selalu menunjukan jalan dan memberikan kemudahan.
                Ada beberapa potong kejadian kecil yang paling saya suka dari kisah ketiga ini. Seperti ketika mereka bisa membawa banyak buku pulang dari toko tempat Dinara bekerja. Kemudian dikatakan disana “ Walau tangan kami pegal linu, kami tertawa-tawa senang. Rasanya seperti membawa harta karun dan aku sudah tidak sabar untuk berpesta membaca buku-buku bagus ini setiba di apartemen. Bahagia kami memang sederhana”. Sebagai orang yang senang membaca juga, saya merasa sangat setuju.

                Sampailah di penghujung review, semoga yang sedikit ini bermanfaat. Tetap percaya bahwa mimpi besar itu penting, berusaha keras, berdoa dan berserah adalah senjatanya. Semoga semakin banyak kisah-kisah inspiratif yang peroleh, agar hidup kita juga lebih termotivasi dan banyak ilmu yang kita dapat. Keep calm and read books J..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar