Buah Madu
Bismillahirahmanirahhim
Gerimis. Pertama kalinya
disekolahku yang baru. Awalnya aku tak yakin, bahkan dengan kakiku menginjak
tanah disini. Tapi tiap aku tak yakin, ku yakinkan lagi, lagi dan lagi. Aku
pasti bisa kok. Bisik pertama. Ahaha. Lalu tertawa. Kupikir-pikir lagi, kenapa
kemarin aku begitu ngotot pilih sekolah disini. Lalu terbayang deretan alasan
dari yang paling terkuat hingga paling lemah. Ya udah yang penting sekarang
perbaiki niatmu sayang. Bisik kedua. Tersenyum. Oh diriku agak aneh hari ini.
Di masa awal masuk
seperti biasa acara-acara perkenalan dengan mahasiswa dan seperangkat acara
pendukungnya yang lain. Setelah dua hari, tidak sepertinya dari hari pertama, aku
agak tersentak dengan kakak-kakak angkatanku disini. Mereka ramah, dan jilbab
mereka, jauh dari jilbabku.. besar dan tebal tentu, kalau temanku bilang ‘itu
tu taplak meja dipakai buat jilbapan’. Tapi setelah beberapa bulan di situ aku
jadi malu sendiri dengan gayaku yang setengah-setengah serta kurang jelas ini.
Mungkin panggilan hati.
Kembali ke masa awal.
Aku berkenalan dengan teman-teman baru disini. Aduhh pada dari pondok atau
minimal MA lah,, jadi berasa paling aneh. Setelah hari-hari itu aku normal-normal
saja menjalani kuliahku. Disini aku masih serampangan aja dalam tindakan dan
sikapku karena minimnya pengetahuanku tentang aturan-aturan pondok antar ahkwat
dan ihkwannya. Sampai suatu sore aku berjalan dari kantin kampus menuju kampus
lagi tentunya sambil ngobrol ngalor-ngidul dengan temanku yang paling galak,
Mauri.
“ Ari, tau gak sih,
aku suka punya idola tiap aku pindah sekolah, ya buat motivasi gitu dech,
haha.. kamu gimana?” kataku dengan semangat yang aku kira berlebihan, ditambah
kami berjalan di bawah gerimis. Hobyku banget.
“ Ya gimana ya Ra, aku
lagi gak mau mikir begituan, aku mau konsen sama kuliahku, ya paling cuma teman
biasa buat sharing.” Jawabnya menyebalkan dan agak melumerkan moodku. Ya elah
lumer,, emangnya coklat. Haha
“ Ari mah gimana,
kalau aku kayaknya ada dech,, haha “, tawaku dengan gaya aneh menengadahkan
wajah ke langit.
“ Anak sini, ya elah,,
aku gak ada yang tertarik,, haha.. emang siapa sich yang mau kamu jadiin idola
??” seperti biasa ekspresinya sangat datar dan bikin jadi gak pede buat nglanjutin
kisahku ini, haha, kisahku??
Tiba-tiba ada anak ihkwan
lewat disamping kami.
“ Assalamualaikum”
sapa Mauri padanya.
“ Waalaikumsalam” jawabnya. Mereka berdua sama-sama datar sedatar
jalan pulang ke rumahku. Tapi dialah orang yang aku maksud. Setelah dia berlalu
aku lanjutkan argumen-argumen yang menurut Mauri tidak penting.
“ Ya dia tadi lho orangnya, dia itu rajin, ramah, dan rumayan
cakep,, haha. Tapi sekarang dia agak beda sich sama yang dulu waktu kita baru
diawal-awal tahun ajaran.” Kataku.
“ owh, dia “, datar lagi, sangat datar malah. “ ya emang mungkin
orangnya gitu, lihat aja pas aku nyapa tadi, biasa aja.” Sambungnya.
“ Iya sekarang, tapi dia dulu kan ramah, sering ngambilin kunciku
kalo ketinggalan dimotor, suka nyapa aku, terus aku balas senyum.” Jawabku aneh
sendiri.
“ Ya sekarang kamu tau kan aslinya mereka itu seperti apa. Kita di
pondok Ra, mereka pasti jaga sikap mereka, kamu juga, matamu harus dijaga biar
gak lirik-lirik sembarangan, haha.” Jawabannya yang menyebalkan ditambah dia
tertawa.
“Iya, tapi aku tetap
suka ye… “
“ ya udah terserah
kamu aja.”
Perbincangan kami
berakhir dengan berakhirnya perjalanan pendek kami dari kantin ke kampus.
Flashback beberapa bulan yang lalu. Kak Ardy. Awalnya dia basa aja, aku tak
begitu peduli dengannya, Cuma yang ku tau dia ramah, kelihatan pintar, mungkin
karena ketua organisasi mahasiswa, orangnya humoris dan terakhir, memakai koko
di balik jas almamaternya. Dihari terakhir dari 1 minggu acara pengenalan
mahasiswa baru itu. Kami mahasiswa baru diajak sharing. Dan pada akhirnya aku
sadar, inilah yang akan menjadi duniaku. Dunia yang penuh dengan nuansa islami.
Dari situ aku bersemangat baik untuk belajar ilmu terapan terutama ilmu agama.
Aku ingin seperti mereka yang dimataku hebat dan penuh semangat berjuang demi
kemajuan umat.
Dan pada masa-masa itu
aku tak menyadari akan perhatian beliau “mungkin” yang selalu mengambilkan
kunci motor yang ketinggalan, menyapaku tanpa menyapa yang lain, bila kami
bertemu di kantin, kami bisa bercanda meski sepatah dua patah kalimat. Namun
entah, aku tak tau disengaja atau tidak, setelah hal-hal itu tidak ada lagi,
aku merindukannya.
Waktu demi waktu
berjalan, sejak aku menceritakan hal aneh itu kepada Mauri aku jadi semakin
memikirkannya. Aku percaya diri sekali, aku pajang foto-fotonya menjadi
wallpaper di handphoneku. Aku menjadi sesegar bunga matahari setelah melihat
dia, meskipun sebelumnya aku begitu kusut. Karena sekarang dia jarang sekali
menyapa kami, tiap dia menyapaku, mungkin sapaan biasa dan wajar, namun bagiku
itu seperti rejeki yang belum tentu bisa aku dapat sesering yang aku mau. Sejak
saat itu aku penuh harapan dan obsesi, seandainya saja dia… ah mana mungkin.
Dia begitu sempurna dimataku, tidak ada yang cacat.
Hingga suatu hari
setelah aku berbincang dengan salah satu teman sekaligus seniorku, kami
berbincang bertukar pikiran atau lebih tepatnya guyon masalah pacaran. Beliau
menyatakan pandangannya yang kira-kira seperti ini. Dari dulu beliau telah
punya prinsip tidak ingin pacaran, dan sampai usia beliau kini 23 tahun beliau
tetap memegang teguh prinsipnya. Kemudian megalirlah cerita tentang Ali dan
Fatimah Az Zahra anak Nabi SAW. Kedua sejoli itu saling menyimpan cinta mereka
untuk yang lain tanpa memperlihatkannya kepada siapapun, dan hal itu telah
terjadi sejak pertemuan pertama mereka, mereka menjaganya seolah tak ingin
setan tau da menggoda mereka. Hingga suatu hari Rasullulah menjodohkan mereka.
Subhanallah besar sekali kuasa Allah.
Setelahnya aku
kemudian berpikir, betapa aku malu setelah menyadari betapa bodohnya diriku.
Begitu indah kisah cinta antara Ali dan Fatimah. Sementara aku, malah
mempermalukan diriku sendiri dengan menceritakan perasaan yang tidak seharusnya
itu kepada orang lain. Sungguh aku malu sekali. Jadi mulai sekarang aku
putuskan, kuserahkan semua kepadaNya saja. Aku tak ingin membuat diriku semakin
rendah. Aku ingin mendapatkan jodoh terbaik dan juga menjadi jodoh terbaik pula
bagi takdir Allah nanti. Jadi kuperbanyak kajianku dan berusa meghilangkan rasa
itu dari dalam hati.
4 tahun kemudian..
Sepulang kerja aku
suka mampir ditaman didekat kantor tempatku bekerja. Sejuk nyaman dan rindang
sekali. Duduk kembali di kursi yang sama dengan tiga hari yang lalu. Saat
seorang teman lama menyapa.
“ Assalamualaikum
ukhti”
“ Waalaikumsalam,, kak
Ardy ya ?”
“ Iya haha.. ternyata
daya ingat Sandra masih bagus.”
“ Ya kan aku belum
tua-tua banget kayak kak Ardy.”
“ Lhoh kok jadi saling
mengejek kita.. haha.. sendirian aja ukh? Gak sama suami ni, hehe ?”
“ Aku kelihatan udah
ibu-ibu ya, aku belum nikah kak,,” aku jengkel.
“ Sama ya kakak juga
belum, padahal kakak kan cakep, cakep dan cakep lagi “
“ hahaha.. itu adalah
kata-kata motivasi diri teraneh yang pernah aku dengar.”
“ ya ketahuan.. tapi
bentar lagi kakak mau lamar calon bidadari kakak haha.. kamu yang sabar ya
nunggu lamaran dari pangeran berjenggot “
“ ye.. ya udah semoga
bidadarinya gak salah ngambil keputusan.. haha. Aku duluan kak udah sore
banget, mendung pula.. ya udah asalamualaikum..
“ Waalaikumsalam.. Ra kursimu
ketinggalan..”
“ Ya udah kak Ardy
masukin tas kak Ardy aja terus bawa pulang.” Penutup percakapan singkat kami.
Aku terbangun dari
lamunan ketika rintik hujan jatuh ditanganku. Lama tak jumpa dengan kau kak,
kau membuat hatiku jadi galau lagi, kau muncul dank au langsung bawa kabar
gembira juga sedikit sedih untukku.
“ Assalamualaikum ukh, sendirian lagi? “
“ Waalaikum salam kak,
iya.. ketemu lagi, gimana lamaran kakak?
“
“ pengennya sih
sukses, semoga dia mau menerima kakak yang cakep ini”
“ haha.. jadi belum
ya? “
“ Sandra mau jadi
bidadari kakak ? “ [ss]