Ini
adalah sebuah kisah tentang seorang gadis lugu yang hidupnya sungguh penuh
dengan warna – warni dunia.
Ia adalah yela, gadis berusia 19 tahun dengan keterbatasan sikap
dan keluguan. Kondisi yang menuntutnya demikian. Kondisi keluarga yang serba kekurangan
dan dengan jumlah anak yang banyak tentu tidak membuat semuanya mendapatkan
pendidikan yang cukup, termasuk dia, sebagai 5 bersaudara dan ia sebagai anak
yang pertama tentu harus selalu menjaga adik-adiknya. Miris sekali ia berangkat
ke sekolah dengan seragam yang kumal, rusak dan kotor. Jarang ada yang mau
berdekatan dengannya, kondisinya pun diperparah dengan kapasitas berpikirnya
yang kurang, sehingga ia sering menjadi bahan olok-olokan teman-teman.
Teringat aku akan keramahan dan kebaikan hatinya yang tidak
semua orang tau dan sadar akan hal itu. Yang mereka lihat , mungkin hanya sisi
jeleknya saja.
“Hei kalian apa-apaan sich, pergi!” teriaknya pada teman
laki-laki yang menggangunya. Namun ia tidak menangis dan tetap berusaha sabar
pada mereka. Mungkin ia sadar dengan kemampuan otaknya, tapi ia tetap berusaha
mengikuti pelajaran setiap hari dengan baik, ia pun patuh pada guru. Ia juga
tetap bisa ceria bersama adik-adiknya meski tidak ada anak yang mau duduk
sebangku dengannya.
6 tahun berlalu di SD tempat kami bersekolah, mungkin ia keluar,
tapi aku tak tau. Ia lulus ataukah tamat saja.
Jika kami bertemu dijalan, aku coba menyapa dengan tersenyum,ia
pun akan membalasnya. Sering aku melihatnya menggendong seorang anak kecil
dengan beberapa anak kecil disampingnya. Kondisi mereka sama saja sepertinya.
Hingga suatu ketika aku mendengar kabar yang sangat
mengagetkanku, ia mengalami perkosaan oleh seorang pemuda yang melakukan
mabuk-mabukan. Mungkin orang mengatakan pemuda itu odoh karena memilih korban
yang seperti dia, tapi efeknya sangat besar bagi Yela. Ia pun hamil. Di usianya
yang saat itu masih sangat belia, 15 tahun, sang pemuda mau bertanggung jawab,
tapi entah bagaimana perlakuannya pada Yela.
Sembilan bulan berlalu anak Yela pun lahir, kata orang ia sangat
lucu dan tampan, kulitnya bersih dan putih seperti bapaknya. Namun yang pasti
pemuda itu tidak senang, karena setelah itu ia meninggalkannya begitu saja.
Mungkin dia tetap tidak bias menyukainya karena keterbatasan fisik serta
keluguannya. Mungkin juga ia merasa, mana mungkin, pemuda setampan dia harus
menjadi suami dari gadis tak beraturan dan berantakan di matanya. Apalagi ia
harus merelakan calon istrinya yang memutuskan untuk membatalkan pernikahan
karena kasus itu.
Yela pun membesarkan sendiri anaknya dalam lingkungan keluarga
yang serba kekurangan dan sederhana bersama orang tua dan adik-adiknya. Mungkin
dalam pikirannya yang polos beban itu tidak begitu memberati bahunya.
Suatu ketika ibuku mengatakan ia pernah bertemu dengan
Yela.kondisinya pun masih tetap seperti dulu, dengan menggendong anaknya ia
pergi ke pasar berbelanja. Mungkin orang-orang yang nengetahui tentang kisahya
akan menanggis, karena betapa berat beban gadis muda ini.
Kadang aku terfikirkan hal-hal tentang semua itu. Banyak
pelajaran yang aku dapatkan darinya. Tentang menghargai orang lain dan
menghargai diri sendiri. Bagaimana hidup masih bisa menyenangkan meski dalam
kondisi yang serba kurang.
Disuatu pagi saat aku sedang mengendarai motor pergi kuliah aku
berpapasan dengannya, mungkin sekarang ia sudah tak mengenaliku. Namun ada satu
hal yang membuat tanggisku ingin meledak saat itu juga. Dengan cepat ia gayuh
sepeda reotnya dengan anaknya yang sekarang sudah agak besar ,sekitar 3
tahunan, ditaruh di depan dan dengan sekarung beras kecil, di bagian
boncengannya. Beginikah potretmu wahai kawanku. Ingin rasanya aku bertemu dan
bertukar kisah denganmu, namun itu hanya dalam benakku.
Sabarkan hatimu, dan yakinlah, karena aku yakin, Allah itu adil,
dan semua akan indah pada waktunya.