Selasa, 22 September 2015

Trip to Telaga Sarangan dan Candi Sukuh

Minggu sebelumnya, sebelum hari keberangkatan kami (saya dan teman saya, Ayu) pada Rabu, 9 September 2015, hanya berencana ke Karanganyar untuk mengunjungi kebun the di Kemuning. Namun secara tidak sengaja, jalan membawa kami ke Telaga Sarangan. Telaga Sarangan merupakan salah satu objek wisata yang cukup terkenal didaerah perbatasan antara Karanganyar , Jawa Tengah dengan Magetan, Jawa Timur, meski sudah memasuki wilayah jawa timur. Objek wisata alam ini menawarkan beberapa keindahan yang bisa membuat kita nyaman dan merasa ingin untuk berlama-lama. Terletak dilereng Gunung lawu, tentu hawa disana sejuk, dikelilingi oleh bukit-bukit nan hijau dan udara yang masih segar dan belum banyak polusi. Sebelum banyak berkisah tentang bagaimana indahnya telaga tersebut, terlebih dahulu ingin saya ceritakan perjalanan dari Boyolali, tepatnya dari kecamatan Nogosari ke Telaga Sarangan.
            Kami berangkat dari rumah sekitar jam 10.00 WIB, dimana matahari mulai terasa menyengat kulit. Kami langsung melewati jalan utama kota Solo dan sampailah kami di Karangayar, tepatnya didepan Taman Pancasila. Kami berhenti sebentar untuk membeli minum dan jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. Perjalanan kami lanjutkan. Ada 2 jalur menuju daerah Tawang Mangu (tujuan awal kami selain Kemuning), yaitu lewat Karang Pandan atau Matesih. Waktu itu kami ingin mencoba jalur baru, lalu dipilihlah jalur Matesih untuk menghindari jalanan padat. Namun kami lupa, bahwa jalur menuju ke Kemuning sudah terlewat. Inilah mengapa kemudian kami memilih bablas menuju Telaga Sarangan.
            Disuguhi pemandangan yang indah, perjalanan terasa cepat saja, hingga tanpa terasa kami telah melewati Cemara Semu, yang terkenal dengan pohon-pohon cemaranya yang rindang dan sebagai gerbang pendakian menuju puncak gunung Lawu. Jalanan yang awalnya naik tajam, kini menjadi turunan-turunan. Yang ingin membeli oleh-oleh strawberry, tersedia penjaja buah strawberry disepanjang jalan menuju Cemara Sewu. Pohon-pohonan disana terlihat tua, dan punya keunikan tersendiri, selain pohon-pohon tropis yang tinggi menjulang. 

Akhirnya setelah beberapa waktu melewati turunan dan sedikit tanjakan, kami sampai dipintu masuk kawasan Telaga Sarangan. Uang retribusinya sebesar Rp 10.000-/orang. Setelah memasuki kawasan, sekitar jam 12.00 siang, kami bisa parking disembarang area dipinggir telaga sambil memesan makanan di warung-warung sepanjang tepi telaga. Tentu teman-teman sudah tahu apa yang khas didaerah tersebut, yaitu sate kelinci. Betul sekali, disana banyak warung yang menyediakan menu tersebut ditambah menu-menu lain tentunya.
Lalu apa saja yang bisa dilakukan disana? Kita bisa menikmati suasana santai dengan naik perahu yang gayuh atau mencoba hal yang sedikit menantang dengan naik kapal jetsky untuk beradu balab dengan teman. Bila teman-teman mau menginap disana tidak perlu khawatir, karena hotel dan penginapan sudah banyak sekali berdiri disana. Tinggal teman-teman pilih sesuai kantong. Dan masih banyak hal lain di Telaga Sarangan yang bisa teman-teman nikmati disana. Setelah istirahat sejenak dan menyantap cemilan yang tadi kami beli, barulah kami mulai mengabadikan kunjungan kami yang tak terencana ini. Puas telah mendapat banyak foto, kamiputuskan untuk ke destinasi selanjutnya yang kami putuskan baru-baru saja, yakni Candi Sukuh dan Candi Cetho.


Beberapa foto yang berhasil di-capture
Awalnya kami ingin pergi ke kebun the dulu di Kemuning, namun diperjalanan kami berbalik arah menuju Candi Sukuh, karena waktu yang sudah menjelang sore, dan yang pernah kami dengar pemandangan di Candi Sukuh cukup indah di kala sore atau pagi hari. Dengan pertimbangan itulah kami memutuskan untuk menunda Candi Cetho dan Kemuning yang terletak satu kawasan. Jam 1 siang kami beranjak dari Telaga Sarangan dan sampai di Candi Sukuh sekitar pukul 2.45 siang. Waktu dijalan begitu lama karena sejujurnya kami belum tau jalan akse menuju komplek candi, sehingga sering berhenti untuk bertanya kepada warga sekitar.
Jalanannya cukup naik dengan curam, dan sepi, mungkin karena bukan hari libur. Retribusi masuk kawasan candi sebesar Rp 5.000-\orang dan akan diberi kain yang dililitkan pada pinggang bermotif papan catur. Namun kami datang disaat yang kurang tepat, bangunan candi terbesar di komplek tersebut sedang direnovasi, sehingga hanya bangunan disekitarnya saja yang bisa dinikmati. Selain wisatawan lokal, ada juga beberapa wisatawan mancanegara yang pada waktu bersamaan datang berkunjung. Seperti yang kita ketahui, terdapat beberapa dugaan bahwa candi tersebut diperkirakan usianya lebih tua dari suku Maya di Amerika Latin sana, dan sekarang sedang diuji kebenarannya. Untuk itulah situs warisan budaya tersebut menjadi cukup terkenal.

Dan yang perlu diketahui juga, komplek Sukuh ternyata masih digunakan untuk beribadah oleh umat Hindu. Ini menurut warga yang tinggal disekitar komplek candi. Selain bangunan candi yang tua yang bisa kita kagumi, pemandangan dari komplek candi patut diacungi 4 jempol. Indah, sedikit berkabut dengan berkas cahaya matahari yang menyusup diantara awan tebal dilangit. Bagi para pengagum keindahan dan Keagungan Tuhan, spot ini dirasa cukup untuk dalam hati berucap, Alhamdulillahi-laillahaillahu-Allahuakbar.



Waktu tanpa terasa sudah menjelang jam 04.00 sore, kami putuskan untuk pulang, karena mengejar waktu pulang yang tidak terlalu malam. Puas sekali rasanya hari itu, karena berawal dari pengambilan jalur baru, kami terbawa ke tempat yang sebenarnya sudah lama ingin sekali kami kunjungi, namun belum sempat terealisasi. Pukul 05.30 kami telah sampai dirumah kembali. Namun meski telah dirumah, kami masih membawa suasana nyaman disana tadi di dalam hati kami. 

2 komentar: